Kami akan menerapkan ilmu pengetahuan anugrah Allah SWT untuk menyuburkan dan meningkatkan produksi tanah pertanian, meremediasi tanah tercemar minyak, reklamasi lahan bekas tambang, dan pengolahan limbah cair industri Anda.

Sabtu, 29 Agustus 2009

Dari Majalah TRUBUS Agustus 2009 - MARROS Seeding Block

Awal Hidup di Sini
Oleh trubusid_admindb
Sabtu, Agustus 01, 2009 06:46:14
Klik: 64


BENTUKNYA MIRIP BRIKET ALIAS BAHAN BAKAR ASAL SAMPAH, TINGGI 15 CM DAN BERDIAMETER 10 CM. PERSIS DI TENGAH-TENGAHNYA TUMBUH BIBIT CABAI DENGAN 5 DAUN. ITULAH BLOK PEMBENIHAN YANG TERBUAT DARI DEDAUNAN KERING.
ROSMIMIK RASUL LANGSUNG MEMASUKKAN BLOK ITU KE LUBANG TANAM. PRAKTIS, BIBIT TUMBUH SUBUR, SEKALIGUS RAMAH LINGKUNGAN.


Disebut praktis lantaran pekebun langsung dapat menanam blok itu. Bandingkan bila para pekebun memanfaatkan polibag untuk pembenihan. Ketika memindahtanamkan bibit ke lahan, mereka harus menyobek plastik yang sulit terurai itu. Plastik butuh ratusan tahun untuk bisa terurai. Oleh karena itu penggunaan blok pembenihan juga ramah lingkungan. Rosmimik Rasul membuat blok pembenihan itu setahun terakhir.

Pekebun sayuran organik di Desa Ciwalen, Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, itu membuat 3 jenis blok pembenihan. Masing-masing berukuran tinggi 15 cm, 20 cm, dan 30 cm dengan diameter berturut-turut 10 cm, 15 cm, dan 20 cm. Blok pembenihan pertama dan kedua ia gunakan untuk benih tanaman tak berbatang keras seperti cabai, tomat, kacang panjang, dan nilam. Sedangkan blok ketiga yang paling besar berdiameter 20 cm untuk pembenihan tanaman keras seperti poulownia, kelapasawit, dan sengon.

Menurut Ir Rudy Purwadi, pekebun cabai sekaligus pengamat pertanian di Bogor, Jawa Barat, penggunaan blok pembenihan dari kompos, 'Itu inovasi bagus. Serasah kompos mengandung nutrisi yang memadai untuk pertumbuhan benih,' kata Rudy. Kadar fosfor dan nitrogen yang diperlukan benih untuk tumbuh tercukupi di blok pembenihan. Sebab, umur pembenihan relatif singkat, hanya 20 hari.
Daun kering sampah kerap menjadi masalah lingkungan. Rosmimik mengatasi persoalan itu dengan membuat blok pembenihan berbahan baku daun-daun kering. 'Daripada daun-daun dibakar menjadi abu, lebih baik diolah menjadi kompos untuk seeding block,' ujar alumnus Institut Pertanian Bogor itu.
Sampah tumbuhan lain juga berpeluang sebagai bahan baku. Perempuan 47 tahun itu memanfaatkan daun-daun jambu air, mangga, dan polouwnia yang berguguran di halaman seluas lapangan voli. Ia kemudian mengumpulkan daun-daun itu di bak semen berukuran 3 m x 3 m x 1 m di samping rumah. Petani sayuran organik itu kemudian menambahkan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1. Jika sampah 2 kg, ia memberikan 1 kg kotoran ternak.
Selain itu ia menambahkan bioaktivator alias mikroorganisme perombak bahan organik. Di pasaran banyak tersedia bioaktivator seperti EM4 dan Promi. (Tapi Rosmimik menggunakan Bioaktivator formulasi sendiri, yang diberi nama MARROS Bio-Activa. Untuk 1 ton bahan baku, kelahiran 1 Juni 1962 itu menambahkan 1 liter MARROS Bio-Activa.) Rosmimik juga menambahkan mikroba pemicu hormon tumbuh pada perakaran. Sayang, Rosmimik enggan menyebutkan jenis mikroba pemicu pertumbuhan akar itu.
Di bak itu sampah dibiarkan selama sepekan sebelum akhirnya ia pindahkan ke dalam bak lain. Tujuan pemindahan untuk membalik kompos, yang semula di bagian bawah berpindah ke atas dan sebaliknya. Dengan demikian proses pemasakan kompos merata. Di bak kedua itu kompos juga dibiarkan sepekan. Perekat
Selama 2 pekan sampah-sampah itu menjadi kompos berwarna kecokelatan. Rosmimik menghancurkan kompos itu dengan mesin penggiling. Hasil gilingan berupa serbuk kompos halus merupakan bahan baku blok pembenihan. Untuk membuat blok pembenihan, Rosmimik mencampur 7 kg serbuk kompos dan 200 ml perekat terbuat dari kanji. Fungsi perekat agar kompos tetap utuh dan tak mudah berhamburan.
Ia lalu memasukkan bahan yang tercampur sempurna itu ke dalam cetakan dan menekan dengan mesin penekan manual. Persis membuat briket. Tujuannya supaya padatan blok yang terbentuk menjadi lebih kuat. Untuk ukuran diameter 20 cm dan tinggi 30 cm menghasilkan 8 blok pembenihan. Kompos yang sudah dicetak menjadi blok itu kemudian ia keringkan di bawah sinar matahari selama 1-2 pekan.
Sebelum digunakan, Rosmimik merendam semua permukaan blok pembenihan dalam air selama 5 menit. Blok yang semula berwarna cokelat berubah menjadi kehitaman. Ketika itulah blok siap pakai untuk menyemai benih. Rosmimik memasukkan sebuah benih ke dalam lubang tanam di tengah blok. Kemudian ia menutup lubang tanam itu dengan kompos atau tanah. Sedangkan air bekas rendaman blok ia gunakan untuk menyirami benih.
'Benih disiram setiap pagi dan sore hingga semua bagian blok basah,' kata Rosmimik. Satu liter air bekas rendaman blok ia tambahkan dengan 10 liter air bersih. Campuran air itulah yang digunakan untuk menyirami benih saat baru ditanam. Untuk penyiraman selanjutnya dapat menggunakan air biasa dan dilakukan sampai benih siap tanam. Dengan blok, selama pembenihan ia tidak perlu menggunakan pupuk. Sebab, blok mengandung unsur hara yang diperlukan bibit untuk tumbuh dan berkembang. (Ari Chaidir)

Sumber :
http://www.trubus-online.co.id/members/ma/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=12&artid=1924:
(dengan sedikit modifikasi dan penambahan gambar)

Catatan dari kami :Seeding Block yang dibicarakan oleh majalah TRUBUS ini adalah MARROS Seeding Block, yang diproduksi oleh CV.MARROS LESTARI bekerja sama dengan PT. PHALESTINA sebagai penyedia bahan baku. Saat ini sedang dilakukan penelitian lanjutan terhadap MARROS Seeding Block. Diharapkan dalam 3 bulan ini, penelitian lanjutan ini selesai. Setelah itu MARROS Seeding Block akan diproduksi secara massal untuk kebutuhan pembibitan Anda.

Salam,

Marindo Palar

1 komentar:

bali traveling mengatakan...

Saya tertari utk mencoba beli seedling block nya kira2 ada minimal rder apa tidak yahhh ? dan

best reagrds
gustaf Bali