Kami akan menerapkan ilmu pengetahuan anugrah Allah SWT untuk menyuburkan dan meningkatkan produksi tanah pertanian, meremediasi tanah tercemar minyak, reklamasi lahan bekas tambang, dan pengolahan limbah cair industri Anda.

Jumat, 15 April 2011

MIKROBA PENYUBUR TANAH



Koleksi, Karakterisasi, dan Preservasi Mikroba Penyubur Tanah dan Perombak Bahan Organik
Dwi N. Susilowati, Rosmimik*, Rasti Saraswati, R .D.M. Simanungkalit, dan
Lukman Gunarto


Rosmimik adalah Tenaga Ahli dan Co-Founder  MARROS LESTARI

ABSTRAK
Penyimpanan isolat mikroba penyubur tanah umumnya masih di dalam medium agar miring, dan hanya sedikit isolat yang telah diliofilisasi untuk penyimpanan jangka panjang. Di samping itu, karakterisasi secara lengkap, baik morfologi, fisiologi, biokimia, ketahanan terhadap antibiotik, dan profil genetik (schizotipe) baru dilakukan pada isolat Rhizobium kedelai. Pada penelitian ini dilakukan ke-giatan karakterisasi morfologi, fisiologi, biokimia terhadap 16 isolat Rhizobium hasil fusi protoplas intergenerik dan 19 isolat hasil fusi intraspesies, serta 106 isolat bakteri endofitik dan 5 isolat filosfer. Sebanyak 106 isolat bakteri endofitik telah diuji kemampuannya dalam menghasilkan zat pemacu tumbuh auksin dan menambat nitrogen, sedangkan isolat bakteri filosfer hanya diuji kemampuan-nya dalam menambat nitrogen. Selain itu, sebanyak 23 isolat mikroba perom-bak bahan organik telah diisolasi dari sumber kayu lapuk dan jerami. Di antara 23 isolat tersebut, isolat kapang M10 memiliki aktivitas enzim tertinggi (0,1298 U/ml). Aktivitas selulase untuk enzim CMC-ase diperoleh 0,129 U/ml, b-glukosi-dase diperoleh 0,0974 U/ml, dan Fp-ase 0,148 U/ml. Kadar
protein untuk masing-masing enzim 0,253 mg/ml untuk CMC-ase; 0,198 untuk b-glukosidase; dan 0,276 untuk Fp-ase. Enzim yang didapatkan kasar, sehingga dilakukan pengendapan dengan amonium sulfat dan konsentrasi yang memberikan aktivitas terbaik ialah 60% untuk CMC-ase dan b-glukosidase, dan 70% untuk Fpase.

Kata kunci: Koleksi dan karakterisasi, mikroba, penyubur tanah, perombak bahan organik


PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya akan biodiversitas, terutama keanekaan hewan, tanaman, dan mikroba. Keanekaan mikroba ternyata jauh lebih luas daripada keanekaan hewan dan tanaman. Hanya karena kurang adanya paparan yang cukup mengenai dunia mikroba, kebanyakan para pakar ilmu pengetahuan alam kurang memberi perhatian atau bahkan tidak menyadari peranan yang luar biasa dari jasad yang tak kasat mata tersebut terhadap berbagai bidang kehidupan manusia.  Mikroba simbiotik baik berupa bakteri ataupun fungi merupakan contoh mikroba yang prospektif di bidang pertanian dan kehutanan. Sejumlah mikroba simbiotik seperti Rhizobium, mikoriza, ganggang hijau biru, bakteri endofitik diazotrof, dan frankia, dikenal luas peranannya sebagai biofertilizer yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk sintetik, sehingga sangat menunjang system pertanian yang berwawasan lingkungan.
Berbagai bakteri penambat nitrogen telah banyak diisolasi dari rhizosfer dan rhizoplane tanaman non-Leguminosae (Dobereiner, 1992 dalam Kirchhof et al., 1997).  Namun, efisiensi penambatan N2 yang dimiliki rendah dibandingkan dengan bakteri diazotrof endofit. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan fotosintat bagi bak-teri rhizosfer maupun rhizoplane yang terbatas. Sebaliknya pada bakteri diazotrof endofitik, tanaman secara langsung menyediakan fotosintat sebagai nutrisi bagi pertumbuhan bakteri, dan juga menyediakan lingkungan dengan kadar oksigen rendah, sehingga memacu ekspresi enzim nitrogenase. Selain itu, bakteri endofit juga tidak harus berkompetisi dengan mikroba tanah yang lain untuk mendapatkan eksudat akar untuk kelangsungan hidupnya (Kirchhof et al., 1997; James et al., 2001).  Di samping itu, beberapa jenis bakteri dan juga fungi yang dikenal sebagai mikroba perombak bahan organik dapat mempercepat proses perombakan limbah padat pertanian (jerami padi, brankas dan kulit jagung, onggok dan tandan kosong
kelapa sawit) menjadi unsur yang lebih sederhana, sehingga mudah diserap oleh tanaman. Apabila mikroba perombak bahan organik ini dikembangbiakkan, maka hasil dekomposisi yang berupa kompos dapat dikembalikan ke lapang sebagai pupuk organik yang dapat empertahankan status bahan organik tanah agar tetap tinggi.  Mengingat besarnya peran beberapa jenis mikroba di atas, maka keberada-an mikroba tersebut perlu dikonservasi dalam bentuk koleksi kultur. Koleksi kultur mikroba memberikan jaminan bahwa mikroba yang telah dideskripsikan tersim-pan dengan aman dan baik, sehingga tersedia setiap saat untuk keperluan generasi sekarang dan masa mendatang. Tujuan penelitian ini ialah untuk (1) konservasi sejumlah mikroba penyubur tanah dan perobak bahan organik, termasuk bakteri penambat nitrogen udara,
pemacu tumbuh; (2) mengetahui karakter morfologi, fisiologi, dan biokimia dari sejumlah isolat unggul mikroba penyubur tanah dan perombak bahan organik; dan (3) mengembangkan sumber plasma nutfah mikroba penyubur tanah dan perom-bak bahan organik.



BAHAN DAN METODE

Koleksi, Karakterisasi, dan Preservasi Mikroba Penyubur Tanah dan Tanaman
Karakterisasi yang dilakukan meliputi karakterisasi morfologi, fisiologi, dan biokimia dari isolat mikroba penyubur tanah dan tanaman yang sudah ada di Laboratorium Mikrobiologi, Kelti Mikrobiologi dan Teknologi Proses (MTP), Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya genetik Pertanian (Balitbiogen), Bogor. Isolat yang dikarakterisasi dan dipreservasi termasuk isolat Rhizobium kedelai, Rhizobium kacang tanah, Rhizobium kacang hijau, Rhizobium sengon, bakteri pelarut P, bakteri penghasil zat pemacu tumbuh (indole acetic acid, IAA; Azospirillum), Azotobacter, bakteri endofitik, dan cendawan vesicular arbuscular mycorrhiza (VAM). Preservasi atau penyimpanan dilakukan untuk jangka pendek dan jangka panjang.
Penyimpanan jangka pendek dilakukan dalam tabung agar miring, sedangkan penyimpanan jangka panjang, dengan cara liofilisasi di dalam ampul. Kegiatan juga dilakukan untuk koleksi, karakterisasi, dan preservasi bakteri endofitik dari jaringan tanaman padi dan jagung. Mikroba penyubur tanah asal jaringan batang atau akar tanaman padi dan jagung diisolasi dengan cara sebagai berikut: mula-mula lapisan luar batang atau akar tanaman padi atau jagung dibuang, kemudian batang dicuci dengan air mengalir dan dibilas dengan air bebas ion.   Selanjutnya ukuran batang atau akar diperkecil untuk memudahkan isolasi bakteri ini dengan cara dipotong-potong sebesar 2-3 cm dan dikeringkan dengan kertas tissue. Setelah itu, dilakukan sterilisasi permukaan batang atau akar dengan cara sebagai berikut: sebanyak 10 g bagian tanaman dengan shaker selama 30 me-nit dalam 500 ml Erlenmeyer yang berisi 250 ml air bebas ion steril. Jaringan tanam-an tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam gelas piala steril, dicuci dua kali de-ngan akuades steril, dan disterilisasi permukaannya dengan 0,2% HgCl2 selama 30 detik untuk akar dan selama 60 detik untuk batang. Kemudian jaringan tanaman dicuci enam kali dengan akuades steril, dipotong kecil-kecil dan dihancurkan de-ngan blender hingga homogen. Setelah itu, dibuat pengenceran serial dan disebar pada medium tumbuhnya  atau dalam tabung yang mengandung medium JNFb (Baldani et al., 1992). Medium ini merupakan medium malat semi padat, dengan pH 5,8. Isolat mikroba endofitik yang diperoleh dikarakterisasi ciri-ciri morfologi, fisiologi, dan biokimianya. Selanjutnya, isolat unggul yang diperoleh disimpan se-cara liofilisasi di dalam ampul.

Koleksi, Karakterisasi, dan Preservasi Mikroba Perombak Bahan Organik
Sampel berupa kayu lapuk, sampah, dan tanah diambil dari daerah Bogor. Masing-masing sampel sebanyak 10 g disuspensikan ke dalam 90 ml medium mineral (KH2PO4 1 g/l, NaCl 1 g/l, MgSO4 7H2O 2,4 g/l, CaCl2 0,1 g/l), yang ditambah dengan 10% substrat berupa serbuk gergaji yang telah diperlakukan dengan NaOH (pH 7,5). Suspensi tersebut digoyang dengan shaker yang berkecepatan 100 rpm pada suhu ruang selama 3 hari. Selanjutnya, 10 ml suspensi diambil dan dimasuk-kan ke dalam 90 ml medium mineral yang telah ditambah substrat serbuk gergaji dan digoyang dengan shaker lagi. Setelah itu, 10 ml suspensi yang baru dimasuk-kan ke dalam 90 ml medium mineral, ditambah substrat serbuk gergaji dan kem-bali digoyang.
Kemudian 0,1 ml suspensi hasil biakan disebar pada cawan petri berisi medium Luria Agar dan Carboxy Methyl Cellulose. Selanjutnya, dilakukan pengujian isolat unggul perombak bahan organik yang diperoleh berdasarkan (a) aktivitas selulase dan kadar enzim, (b) karakter enzim yang diproduksi, dan (c) pH optimum untuk pertumbuhannya. 


Analisis Aktivitas Selulase dan Kadar Protein
Enzim selulase diperoleh dengan cara pembuatan starter dengan mengambil satu tabung isolat jamur selulolitik M10, lalu ditambahkan 2 ml NaCl 0,85%, dikerok, dan dimasukkan ke dalam 150 ml media produksi Mandels (14% (NH4)2SO4, 20% KH2PO4, 3% MgSO4.7H2O, 3% urea, 30% CaCl2, .0,5% FeSO4, 1,6% MnSO4, 1,4% ZnSO4, dan 2% CoCl2) dengan substrat serbuk gergaji. Inkubasi dilakukan pada su-hu kamar selama 5 x 24 jam dengan digoyang pada shaker berkecepatan 150 rpm. Enzim selulase kasar skala labu Erlemeyer dipanen dari biakan dengan cara men-sentrifus dengan kecepatan 10.000 g pada suhu 4oC selama 15 menit, dan super-natannya diambil. Aktivitas selulase diukur berdasarkan metode Mandel yang dimodifikasi sebagai berikut: 1 ml filtrat enzim, 1 ml bufer sitrat pH 4,8 , 1% substrat (CMC untuk aktivitas endoglukanase, Avisel untuk aktivitas aviselase, selobiohidrolase untuk aktivitas b-glukosidase, dan kertas saring Whatman No. 1 untuk aktivitas filter paperase). Prainkubasi campuran filtrat enzim, bufer sitrat, dan substrat dilakukan dalam tabung berisi air di atas penangas api selama 5 menit, lalu masing-masing campuran divorteks. Inkubasi pada pengujian aktivitas endoglukanase (CMC-ase) dan b-glukosidase dilakukan selama 30 menit pada suhu 45oC, sedangkan pada pengujian aktivitas Fp-ase dan aviselase selama 1 jam pada suhu 60oC. Setelah itu, dilakukan penambahan 3 ml larutan DNS (Dinitro Salicylic Acid), divorteks, dan di-masukkan ke dalam air mendidih selama 15 menit. Kontrol disiapkan dengan me-nambahkan 1 ml filtrat enzim setelah penambahan 3 ml DNS, sedangkan blangko berisi campuran 2 ml akuades, 1 ml bufer, dan 3 ml DNS. Selanjutnya dilakukan pembacaan absorbansi pada panjang gelombang 540 nm. Satu unit aktivitas enzim ialah banyaknya enzim yang dapat memproduksi 1 mikromol glukosa dalam 1 menit pada kondisi pengukuran enzim.  

Larutan standar glukosa pada selang konsentrasi 0,02- ,5 mg/ml dalam buffer digunakan untuk membuat kurva standar gula. Sebanyak 1 ml larutan gula standar, 1 ml bufer, dan 1 ml substrat direaksikan dengan 3 ml DNS, kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama 15 menit dan didinginkan hingga siap diukur absorbansinya dengan spektrofotometer menggunakan pamnang gelombang 540 nm. Kadar protein ditentukan berdasarkan metode Bradford (1976) dengan
pengikatan zat warna CBB. Pada 0,2 ml filtrat ditambahkan 5 ml pereaksi Bradford, lalu dikocok dan diinkubasi pada suhu ruang selama satu jam. Absorbansi filtrate diukur pada panjang gelombang 55 nm. Standar protein yang digunakan adalah Bovine Serum Albumin (BSA) dengan konsentrasi 300-700 mikro BSA/ml akuades. 


Karakterisasi Enzim

Karakterisasi enzim dilakukan melalui (1) pengendapan menggunakan amonium sulfat, (2) penentuan pH suhu optimum, penentuan pH, dan stabilitas. Pengendapan protein dengan amonium sulfat. Proses ini dilakukan berdasarkan metode Scope (1982). Pada 20 ml filtrat enzim ditambahkan larutan je-nuh amonium sulfat setetes demi setetes sambil diaduk dengan pengaduk mag-netik. Suhu campuran dipertahankan 4oC dengan menambahkan es batu pada ba-gian luar wadah.
Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan sentrifus pada ke-cepatan 10.000 g pada suhu 4oC selama 15 menit. Endapan enzim dilarutkan de-ngan 20 ml bufer sitrat 0,05 M, pH 4,8. Selanjutnya perolehan kadar protein dan aktivitas selulase diukur kembali.  Penentuan pH optimum filtrat yang memberikan aktivitas maksimal dilakukan dengan menguji aktivitas selulase pada pH 4,5; 4,8; 5,5; dan 5,7, sedangkan penentuan suhu optimum dilakukan dengan menguji aktivitas selulase pada suhu 37, 45, 50, 55, dan 60oC.  Penentuan pH dan suhu stabilitas. Pengaruh pH terhadap stabilitas enzim dianalisis dengan menginkubasi enzim di dalam bufer dengan pH 4,5; 4,8; 5,0; dan 5,5 pada suhu 45oC. Pengambilan contoh enzim dilakukan selama rentang waktu inkubasi 5 jam dengan interval waktu satu jam. Setelah masa inkubasi berakhir, aktivitas enzim dan kadar protein diukur pada kondisi pH dan suhu optimum.
Termostabilitas enzim diuji dengan melakukan inkubasi enzim pada suhu (37, 45, dan 50oC). Pengambilan contoh dilakukan juga dilakukan selama rentang waktu inkubasi 5 jam dengan interval waktu satu jam. Setelah masa inkubasi berakhir, aktivitas enzim dan kadar protein diukur pada kondisi pH dan suhu optimum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Koleksi, Karakterisasi, dan Preservasi Isolat Mikroba Penyubur Tanah dan Tanaman

Koleksi isolat mikroba penyubur tanah yang dimiliki Balitbiogen pada umumnya masih disimpan dalam bentuk penyimpanan jangka pendek di dalam tabung medium agar miring. Sebagian isolat telah disimpan secara liofilisasi di dalam ampul. Isolat cendawan VAM dilakukan di dalam medium tanah steril. Koleksi isolate mikroba penyubur tanah yang dimiliki Balitbiogen hingga tahun 2002 berjumlah 274 isolat (Tabel 1). Dari jumlah tersebut, baru isolat Rhizobium kedelai yang telah dikarakterisasi secara lengkap. Karakter morfologi koloni Rhizobium hasil fusi protoplas, baik secara intergenerik maupun intraspesies, tidak mengalami perubahan dari karakter morfologi tetuanya, yaitu berbentuk bulat, cembung, tepian rata, berwarna merak jambu (pink), dan berlendir. Berdasarkan uji keefektifan menambat N2 udara dari isolat hasil fusi proto-plas intergenerik, empat isolat sangat efektif menambat N2, yaitu INTER-7, INTER-9, INTER-10, dan INTER-13 (Tabel 2). Dari hasil fusi protoplas intraspesies didapatkan 5 isolat yang sangat efektif menambat N2, yaitu INTRA-4, INTRA-8, INTRA-10, INTRA-15, dan INTRA-23. Isolat INTRA-8 memiliki nilai keefektifan simbiose dan kapasitas simbiose tertinggi dari kelima isolat lainnya. Isolat ini telah digunakan dalam penelitian selanjutnya sebagai sumber inokulan untuk benih matri-conditioning.  Di samping karakterisasi berdasarkan aktvitas enzim, isolat bakteri diazotrof endofitik dan filosfer juga dikarakterisasi kemampuannya memproduksi senyawa pemacu tumbuh IAA dan ARA. Sebanyak 106 isolat mikroba endofit telah diuji kemampuannya menghasilkan auksin (IAA dan ARA) secara kolorimetri, menggunakan spektrofotometer, dan kemampuan menambat nitrogen udara, menggunakan kromatografi gas. Pada Tabel 3 disajikan 60 isolat mikroba endofit yang memilikii potensi menghasilkan senyawa pemacu tumbuh, IAA atau ARA yang cukup tinggi, sedangkan 46 isolat lainnya memiliki potensi yang rendah atau tidak menghasilkan sama sekali.

Berdasarkan hasil seleksi lanjut, telah dipilih lima isolat unggul bakteri endofitik pada tanaman padi, yaitu isolat BCr 1.2, BCr 2.1, BCr 2.3, BCbd 1.3, dan APK 2.4, sebagai sumber inokulan tanaman padi. Dua isolat unggul bakteri endofitik pa-da tanaman jagung, yaitu JCbd 2.1 dan JLk-CN 2.5, juga dipilih sebagai sumber inokulan tanaman jagung. Pada saat ini, Balitbiogen hanya memiliki lima isolat mikroba filosfer asal tanaman padi, jagung, dan kedelai yang disimpan di kultur koleksi.

Koleksi, Karakterisasi, dan Preservasi Isolat Mikroba Perombak Bahan Organik

Pada tahun 2002, koleksi dan isolasi mikroba perombak bahan organic memperoleh 23 isolat yang terdiri atas 13 isolat bakteri dan 10 isolat kapang. Isolatisolat tersebut 19 isolat di antaranya iisolasi dari kayu lapuk, sedangkan empat isolate diisolasi dari jerami. Pertumbuhan dan kemampuan bakteri merombak ba-han organik ditandai dengan terbentuknya zona bening pada medium CMC, media spesifik yang digunakan untuk mengukur kemampuan selulolitik mikroba. Zona bening yang timbul menunjukkan terjadinya hidrolisis bahan organik dalam substrat yang diakibatkan oleh enzim selulase dari mikroba. Kemampuan selulolitik juga diukur secara kuantitatif dari aktivitas enzim selulase U/ml). Pada Tabel 4 di-sajikan 14 dari 23 isolat hasil koleksi mikroba perombak bahan organik yang me-miliki aktivitas enzim relatif tinggi, berkisar antara 0,640 U/ml pada isolat bakteri 5.6.1.1 hingga 0,1298 U/ml pada isolat kapang M10.

Kemampuan mikroba memproduksi enzim selulosa menjadikannya mampu menghidrolisis selulosa yang terdapat pada substratnya menjadi glukosa atau gulagula lain yang larut dan dapat dijadikan sumber karbon bagi pertumbuhannya.  Beberapa jenis kapang mampu menghidrolisis kompleks enzim selulase (Gong dan Tsao, 1979).   Filtrat enzim selulase yang diperoleh dari proses ekstraksi berupa enzim ka-sar (crude), sehingga masih perlu dimurnikan lebih lanjut dengan cara pengendap-an menggunakan garam netral jenuh yang bersifat mudah larut, tidak toksik, dan dapat menstabilkan enzim seperti amonium sulfat. Pengendapan enzim ini dilaku-kan dengan larutan amonium sulfat dalam akuades dengan konsentrasi 30-90%.

Pengendapan protein dengan amonium sulfat bertujuan untuk memurnikan protein dari kontaminan senyawa lain seperti karbohidrat dan lemak. Aktivitas enzim CMCase mempunyai nilai tertinggi ketika pengendapan enzim dilakukan dengan suspense amonium sulfat 60% (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa penam-bahan amonium sulfat pada konsentrasi 60% sudah jenuh dan tidak dapat larut lagi. Pada kondisi ini diharapkan enzim selulase yang terdapat di dalam filtrat telah mengendap seluruhnya. Gambar 2 menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas enzim cenderung seja-lan dengan peningkatan suhu reaksi. Aktivitas CMC-ase dan b-glukosidase menca-pai puncaknya pada suhu 55oC, sedangkan aktivitas Fp-ase mencapai puncaknya pada suhu 60oC. Pengaruh suhu pada aktivitas enzim secara umum ditunjukkan melalui mekanisme komplek yang melibatkan fenomena berlawanan dari stimulasi dan inaktivasi. Aktivitas mula-mula akan meningkat dengan makin tingginya su-hu, namun pada suatu titik tertentu akan terjadi inaktivasi enzim yang akan ditandai dengan menurunnya aktivitas enzim. Pengaruh suhu sesungguhnya agak kom-pleks, yaitu suhu yang terlalu tinggi dapat mempercepat pemecahan atau perusak-an enzim, sebaliknya semakin tinggi suhu semakin aktif enzim tersebut. Oleh kare-na itu, ada dugaan bahwa CMC-ase dan b-glukosidase inaktivasi setelah suhu 50oC dan di atas 60oC untuk Fp-ase. Menurut Mandel et al. (1976) suhu optimum bagi kerja enzim selulase umumnya berkisar antara 50-60oC dan menurut Sen et al. (1982) enzim CMCase mempunyai suhu optimum pada 40-55oC.  Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim selulase menunjukkan bahwa nilai pH yang menghasilkan aktivitas optimum terjadi pada pH 5,5 untuk CMC-ase dan b-glukosidase, sedangkan untuk Fp-ase pada pH 6 (Gambar 3). Aktivitas selulase yang tinggi pada isolat kapang M10 sesuai dengan pernyataan Kulp (1975), bahwa pH optimum untuk aktivitas selulase kapang berkisar antara 4,5-6,5. Pada umum-nya enzim hanya aktif pada kisaran pH yang terbatas. Nilai pH optimum suatu enzim ditandai dengan menurunnya aktivitas pada kedua sisi lainnya dari kurva yang disebabkan oleh turunnya afinitas atau stabilitas enzim. Pengaruh pH pada aktivitas enzim disebabkan oleh terjadinya perubahan tingkat ionisasi pada enzim atau substrat sebagai akibat perubahan pH (Irawadi, 1991).
 

1. Enzim dari kapang M10 stabil jika dipanaskan pada suhu 55oC selama 30 menit untuk enzim CMC-ase dan b-glukosidase, sedangkan untuk Fp-ase stabil pada suhu 60oC selama 10 menit (Gambar 4). Kulp (1975) menyatakan bahwa enzim selulase cenderung tahan pemanasan. Misalnya, enzim selulase dari Myrothecium verrucaria masih menunjukkan aktivitas 20% setelah dipanaskan pada suhu 80oC selama 10 menit.   Hasil evaluasi stabilitas enzim terhadap pengaruh pH menunjukkan bahwa reaksi enzim CMC-ase dan b-glukosidase stabil pada pH 5.5 dengan masa inkubasi 60 menit, sedangkan Fp-ase stabil pada pH 6.0 selama 90 menit (Gambar 5).

Pada tahun 2002 telah diperoleh koleksi mikroba penyubur tanah sebanyak 274 isolat yang terdiri atas Rhizobium, Azozpirillum, Azotobacter, Micrococcus, Bacillus sp., Aspergillus niger, endawan VAM, bakteri filosfer, dan bakteri endofit.

2. Karakterisasi isolat Rhizobium hasil fusi intraspesies dan intergenerik menunjukkan bahwa morfologi koloni bakterinya tidak berubah dari morfologi koloni tetuanya, yaitu berbentuk bulat, cembung, tepi rata, berwarna pink, dan berlendir.

3. Empat isolat Rhizobium hasil fusi protoplas intergenerik (INTER-7, INTER-9, INTER-10, dan INTER-13) serta 5 isolat hasil fusi protoplas intraspesies (INTRA-4, INTRA-8, INTRA-10, INTRA-15, dan INTRA-23) sangat efektif menambat N2..Keefektifan dan kapasitas simbiotik tertinggi dimiliki oleh isolat INTRA-8.

4. Lima isolat bakteri endofitik dari padi (BCr 1.2, BCr 2.1, BCr 2.3, BCbd 1.3, dan APK 2.4) dan dua isolat dari jagung (JCbd 2.1 dan JLk-CN 2.5) tergolong unggul dalam menambat nitrogen dan menghasilkan zat pemacu tumbuh.

5. Sebanyak 23 isolat mikroba perombak bahan organik dari kayu lapuk dan jerami berhasil diisolasi dan dikarakterisasi. Isolat kapang M10 memiliki aktivi-tas enzim tertinggi, 0,1298 U/ml. Isolat ini memiliki aktivitas produksi selulase berupa enzim CMC-ase sebesar 0,129 U/ml, b-glukosidase 0,0974 U/ml, dan Fp-ase 0,148 U/ml.  Kadar protein dari masing-masing enzim adalah 0,253 mg/ml pada CMC-ase, 0,198
mg/ml pada b-glukosidase, dan 0,276 mg/ml pada Fp-ase.
 

Tidak ada komentar: